tiktok.com/SundanceFFAsia
Dengan lugas, Mikhail menceritakan apa yang menjadi kendala sineas Asia Tenggara dan apa yang bisa dia lakukan.
"Untuk mendapatkan pendanaan dalam membuat film, sineas berhadapan dengan level yang berbeda jika dibandingkan dengan film Hollywood. Mereka ingin membuat film dengan produksi yang megah, namun untuk meyakinkan investor di Philipina sendiri tidak mudah. Kalau mau buat yang rumit, tentu butuh peralatan, syuting ekstra, dan sebagainya. Saya termasuk beruntung bisa ketemu dengan orang-orang yang percaya sama karya saya untuk membiayai film saya. Lalu tinggal saya membuat bagaimana bisa terlihat berbeda dari karya-karya Hollywood," jelasnya panjang lebar.
Sementara dari sisi Timo, ada fakta bahwa hidup di Asia Tenggara lebih berat dari negara barat, jadi orang suka menonton komedi romantis untuk membuat diri mereka merasa lebih baik.
"Jadi gue setuju dengan Mikhail, dari hal produksi, kita tentu butuh lot of stuff to test kalo genre lo a bit darker, misalnya, kayak cara hantu floating, dan lain-lain. Makanya kalo bikin rom com rasanya lebih mudah karena nggak perlu produksi yang rumit dari genre gelap yg banyak tes," tukas Timo.
Ia juga menambahkan, jika sineas Asia Tenggara idak punya akses atau fasilitas mumpuni dalam hal visual effects atau practical effects, sementara Thailand sudah mulai maju dalam hal ini. Itulah tantangannya.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan sebagai penonton? Sederhana kok, Bela. Nikmati karya film dalam negeri secara legal dan berikan komentar membangun bagi para sineas kita. Hal tesebut sudah menjadi langkah paling sederhana dalam membuat perubahan positif untuk perfilman Indonesia di masa mendatang.