Pandemi corona yang sudah berdampak ke berbagai sektor bisnis, justru sangat berpengaruh terhadap sektor wisata. Bahkan, Presiden Jokowi pada Kamis (16/4) sudah mengatakanyakin bisa kembali membuka pariwisata Indonesia di kuartal keempat tahun ini—meskipun optimisme tersebut dianggap terlalu prematur oleh beberapa pihak.
Satu per satu perusahaan yang membidangi pariwisata seperti hotel, toko oleh-oleh, dan penerbangan mulai kolaps. Tak ada pemasukan namun biaya perawatan inventaris harus tetap berjalan membuat kas mereka minus.
Awan kelabu juga tengah merundung perusahaan milik miliuner Richard Branson, Virgin Group. Dalam surat terbuka yang Branson unggah ke media sosial pada Senin (20/4), ia akui kondisi keuangan Virgin Group tengah memburuk di tengah pandemik virus corona.
Branson terpaksa menghentikan sementara waktu penerbangan Virgin Airways yang beroperasi di 35 negara. Hal itu untuk mencegah agar virus corona tidak semakin menyebarluas.
"Tantangan yang ada saat ini tidak ada pemasukan tetapi ada begitu banyak duit yang keluar," tulis pria yang memiliki 360 perusahaan di bawah bendera Virgin Group.
Itu sebabnya ia meminta bantuan kepada Pemerintah Inggris agar memberinya pinjaman dana. Stasiun berita BBC, Selasa (21/4) melaporkan nominal pinjaman yang ia butuhkan agar Virgin Group tetap berjalan yakni senilai 500 juta Poundsterling.
Branson menggaris bawahi dana yang ia ajukan ke Pemerintah Inggris bukan berupa bantuan, melainkan pinjaman. Sebagai jaminannya, ia akan menyerahkan pulau pribadinya yang berlokasi di British Virgin Island yakni Pulau Necker.
Selain mengajukan pinjaman ke Pemerintah Inggris, permohonan serupa juga dilayangkan Branson ke Pemerintah Australia. Sebab, Virgin Airways memiliki pangsa pasar cukup besar di Negeri Kanguru. Tetapi, permohonan pinjaman dana itu dikritik oleh publik di Inggris. Mengapa?
